Lentera Masyarakat Pulau Harapan
Oleh Vera Lestari
Anak tangga salah satu rumah warga di pulau harapan mengarah kesatu ruangan di lantai dua, beralaskan tikar dari kulit bambu yang disusun rapih vertikal sejajar, warga yang didominasi oleh kaum ibu paruh baya yang terlihat dari keriput disenyumnya. Hari rabu tepatnya sore bada asar, saya dan rekan-rekan yang sudah janji akan datang dengan niat untuk memberikan pelatihan hastakarya proker divisi budaya, dengan berbekal peralatan yang seadanya di dalam satu kantong keresek hitam, kami bergegas menepati janji tempo hari.
Pembicaraan itu dibuka hangat, terlihat keramahan warga setempat memberikan kami suguhan kue bolu hijau yang bertabur keju putih, mengantarkan keobrolan yang rasanya tidak seempuk dan semanis bolu hijau dipiring itu, katakanlah pahit, sampai-samapai masih terasa pahitnya saat air mineral dikemasan gelas itu saya teguk, kata-kata yang keluar dari beberapa warga tidak seindah air laut yang jernih biru di pandang mata.
Kehidupan masyarakat yang terlihat masih belum sejahtera, obrolan itu samapai pada titik puncak emosi dimana ada cucuran air mata yang keluar dari salah satu wanita paruh baya, pipi yang mualai keriput itu basah, karna cucuran air mata yang mungkin sama rasanya dengan air laut yang ada disana, diusaplah sendiri dengan kerudung coklat yang ia kenakan saat itu.
Yang bisa saya tangkap dari pembicaraan saat itu, keresahan warga yang meiliki keterbatasan dalam menjangkau kekuasaan birokrasi disana, sebab terlihat ada kompleks infreioritas merasa memiliki banyak keterbatasan, masyarakat menyalahkan diri sendiri atas ketidak mamapuan dalam segi ekonomi dan kesenjangan sosial, menurut keterangn warga ada kekuasaan dinasti di dalam birokrasi pemerintahan, sehingga tidak merata bantuan dan perolehan hak sebagai warga terabaikan, hanya merak yang terpilih mendapatkan bantuan-bantuan dana hibah, serat program pelatihan untuk masyarakat dari pemeritah, hanya diperoleh golongan tertentu yang sering terlibat, walau seharusnya peruntukan program pelatihan yang biasanya diselenggarakan dari Disperindag dan Disnakertras provinsi ini dapat di rasakan oleh semua masyarat, di dalam masalah keadilan birokrasi sangat diragukan, samapai-samapai banyak warga diantaranya tidak pernah menginjakan kaki di kantor kelurahan, kurangnya perhatian pejabat disana menjadi alasan masyarakat tidak mempercayai tenaga kerja yang ada, yang menjadi masalah, minimnya kesempatan masyarakat untuk bergabung masuk kedalam pemeritahan, walaupun sudah punya titel sarjana, hanya orang – orang tertentu dari bagian dinasti pemeritahan yang bisa masuk dan dapat kursi jabatan dipemerintahan tersebut.
Kesuksesan warga hanya dimiliki oleh segelintir orang yang sudah punya jabatan, dan uang yang cukup untuk modal usaha, perusahaan swasta yang punya modal besar, eksekutif yang punya pulau pribadi disana yang makin berjaya, “yang kaya makain kaya, yang miskin makin miskin” ujar dari salah satu warga nya.
Bersama Ibu-Ibu PKK Pulau Harapan |
Walaupun menurut buku yang saya pernah baca The Magic of Thinking Big tulisan David J.Schwartz sejauh berkenaan dengan sukses, orang tidak diukur menurut sentimeter atau kilogram, atau gelar akademis; atau latar belakang keluarga; mereka didukung dengan cara berfikir mereka, seberapa besar kita berfikir mementukan prestasi berfikir kita.
Pro kontra dalam menilai sesuatu pemerintahan sangatlah wajar, menjadi bagian kalah atau menag didalam masyarakatnya itu pilihan, sebenarnya kekalahan hanyalah keadaan pikiran tidak lebih. Acap kali kita menyalahkan nasib untuk kekalahan kita, kita mengatakan “Ahhh memang harus begitu” dan membiarkannya begitu saja, akan tetapi berhenti dan berpikirlah.
Segala sesuatu tidak bergerak kearah tertentu tanpa alasan tertentu, bola tidak akan memantul kearah tertentu tanpa sebab, pantulan bola ditentukan oleh tiga hal dalam hukum fisika : Bolanya, cara bola dilemparkan, dan permukaan yang terkenan bola.
Permasalahannya kemungkinan apa yang masyarakat peroleh saat ini adalah hasil dari apa yang diberikan oleh pemerintah itu sendiri, kalau saja merata program tersebut kemungkinan masyarakat bertambah pengetahuan dan kemampuannya, dan kesejahteraan akan dirasakan, yang diuntungkan disini tidak hanya masyarakat setempat bahkan pemerintah itu sendiri yang dianggap berhasil.
Mungkin kita tidak bisa melihat hal ini hanya sepihak sebelah mata dari kesalahan birokrasi, dan kelemahan serta keterbatasan masyarakat yang menuju pada kemunduran sosial ekonomi, ketika kemunduran mengenai masyarakat secara pribadi dan implisif, yang pertama sering kali terjadi adalah menjadi terganggu secara emosional sehingga kita gagal mengambil pelajaran.
Baiknya masyasyarakat tidak memandang sesatu sebagaimana adanya, tetapi pandanglah kemungkinan-kemungkinannya, yang penting bukan dimana keadaan masyarakat pulau harapan dahulu dan dimana masyarakat pulau harapan sekarang, melainkan dimana progres/pencapaian masyarakat kedepanya, pemikiran yang besar selalu memvisualisasikan apa yang dapat dilakukan pada massa yang akan datang, ia tidak puas dengan massa sekarang.
Diantara solusi dari penyelesian ini adalah :
- Masyarakat harusnya jangan biarkan tradisi melumpuhkan pikiran
- Berfikir menerima gagasan baru, sebagai contoh pelatihan di dapatkan dengan teknologi canggih semisal akses internet.
- Melakukan eksperimen dalam menciptakan karya dan produk baru yang telah dipelajari dari blog dan tutorial online di Youtube.
- Mencoba pendekatan baru, semisal dengan melakukan lobi langsung kepihak dinas provinsi terkait dan menyampaikan keluhan yang ada, maka tidak mungkin permasalahan ini tidak selesai.
- Masyarakat baiknya memiliki acuan, target dalam melakun pekerjaan yang dilakukan dengan progresif dan cara yang berkesinambungan.
Maka hakikatnya tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan, kata-kata yang keluar didalam curahan sore itu adalah hasil dari pikiran yang membebani mereka, bagaikan instrumen mengagumkan dari otak, otomatis mengubah kata-kata dan frase menjadi gambar pikiran, kita berpikir dari kata dan cerita yang ada, Visualisasi yang diperoleh dari keluhan masyarakat membuat saya yang saat itu diposisi seseoang pendatang yang ingin bertukar ilmu, mentut keterbatasan diri saya untuk terjun lebih jauh walaupun dengan sangat sadar, bahwa yang bisa bergerak adalah masyarakat itu sendiri,
Dari masyarakat pulau harapan
Oleh masyarakat pulau harapan
Untuk masyarakat pulau harapan.
Cianjur, 24 Oktober 2017
Memori senja pulau harapan,
Comments
Post a Comment