Pulau Harapan dan Pembangunan
Indonesia merupakan negara yang menganut sistem otonomi daerah dalam pemerintahannya, dengan demikian pemerintah daerah memiliki kewenangan tersendiri dalam mengelolah wilayahnya tersebut. Sistem tersebut mengharapkan pemerintah daerah yang dipandang lebih mengetahui karateristik wilayahnya dapat mengoptimalkan pembangunan di daerahnya sesuai dengan potensi serta masalah yang dimiliki wilayah tersebut. Namun dalam implementasinya otonomi daerah dapat menimbulkan ego kedaerahan serta menimbukan pemerintahan dalam permerintahan. Terlebih pada daerah yang memiliki keterbatasan secara geografis seperti wilayah administrasi kepulauan. Pada daerah tersebut diperlukan koordinasi yang ekstra mengingat antar wilayah memiliki hambatan berupa laut baik dalam penanganan permasalahan maupun pembangunannya.
Hal tersebut terjadi pula di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, kebupaten dengan jumlah pulau yang dapat dikatakan tidak sedikit mengharuskan pemerintah daerah bekerja lebih keras dalam membangun daerahnya. Di kabupaten tersebut tercatat sekitar 11 dari 220 pulau ditetapkan sebagai pulau permukiman (BPS Kepulauan Seribu, 2015), pulau-pulau tersebut dibagi menjadi 2 kecamatan yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan Kepulauan Seribu selatan. Dari kedua kecamatan tersebut Kecamatan Kepulauan Seribu Utara lah yang lebih penduduknya, dengan jumlah penduduk sebesar 13.768 yang mendiami 6 pulau dengan jumlah luas mencapai 62,68 hektar atau memiliki kepadatan 220 dalam satu hektar sedangkan kepadatan Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan hanya mencapai 57 per hektar.
Pulau Harapan merupakan salah satu pulau di Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, di pulau ini permasalah otonomi daerah wilayah kepulauan dapat dijumpai. Egoisme atau rasa mementingkan suatu golongan atau siapapun yang menguntungkan bagi suatu golongan dapat dijumpai di pulau ini. Diantaranya yaitu egoisme kedaerahan serta ego sektoral, berdasarkan hasil observasi nuansa egoisme kedaerahan terasa kental bahkan terjadi antar pulau yang membuat penduduk suatu pulau merasa memiliki keunggulan dibandingkan pulau lainnya. Egoisme inilah yang mengakibatkan terdapat beberapa pelaku pembangunan memiliki hubungan belum terjalin secara harmonis, stakeholder yang ada cenderung menjalankan tugas sesuai tugas pokok fungsinya saja, tak lebih. Pemerintah daerah dituntut lebih agresif dalam merangkul pelaku pembangunan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan penduduknya, terlepas dari kepentingan suatu golongan.
Satu poin penting yang perlu menjadi catatan dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah perlunya keterbukaan pemerintah daerah terkait kondisi di wilayahnya, agar terjalin hubungan antar daerah yang secera luas dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Kekurangan suatu daerah dapat di subtitusi oleh daerah lainnya ataupun dapat dibantu oleh pemerintah pusat, dengan demikian pembangunan suatu daerah dapat berjalan optimal.
Fenomena diunggulkannya sektor ekonomi dibandingkan lingkungan dapat juga dilihat di pulau ini, hal tersebut dapat tercermin dari prilaku masyarakatnya yang memanfaatkan terumbu karang dalam membangun permukiman. Seyogyanya hal tersebut tidak dibenarkan, dimana terumbu karang memiliki peran penting dalam menjaga kelestarian lingkungan. Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap lingkungan dinilai kurang, termasuk dalam hal persempahan. Di Pulau Harapan sarana prasarana persampahan terbilang lengkap, namun hal tersebut tidak disertai perilaku masyarakatnya. Di sepanjang jalan tong sampah sangat mudah ditemui namun masih dapat ditemukan sampah berserakan di luar tong sampah tersebut. Yang dikhawatirkan dengan kondisi demikian sampah terbawa angin atau pun arus air menyebar ke penjuru lain yang membuat ekosistem laut terganggu. Perlu adanya upaya meningkatkan pemahaman masyarakat bahwa dengan lingkungan yang bersih dan asri nilai ekonomi suatu daerah dapat meningkat disamping kelestarian lingkungan yang terjaga.
Mengingat pulau ini merupakan bagian dari Taman Nasional Kepulauan Seribu (TNKS) maka perlu dilakukan pengendalian pembangunan agar pembangunan yang dilakukan tidak mengganggu fungsi kawasan sebagai kawasan lindung. Pemerintah diharuskan tegas dalam mengeluarkan perizinan pembangunan terutama dalam hal penguasaan tanah. Alternatif yang dapat dilakukan salah satunya adalah menciptakan nodes atau pusat permukiman sehingga pemukiman terkendali serta pembangunan sarana prasarananya lebih dapat menjangkau masyarakat secara langsung. Pembangunan di pulau lain perlu dibatasi terutama pulau-pulau yang bersifat eksklusif, dibangun namun hanya untuk beberapa orang sehingga tidak memberikan manfaat bagi masyarakat luas. Perlu dikendalikan pendirian bangunan-bangunan yang tidak ditinggali agar meminimalisir kawasan terbangun di kawasan lindung.
Perlu adanya koordinasi antar stakeholder baik pemerntah, masyarakat maupun swasta dalam mengembangkan suatu daerah, semua pihak saling bahu membahu dalam mewujudkan peningkatan kesejahteraan dengan memperhatikan kondisi lingkungannya
Comments
Post a Comment